Gerakan Non-Blok (GNB) atau Non Align
Movement (NAM) adalah suatu gerakan yang dipelopori oleh negara-negara dunia ketiga yang
beranggotakan lebih dari 100 negara-negara yang
berusaha menjalankan kebijakan luar negeri yang
tidak memihak dan tidak menganggap dirinya beraliansi dengan Blok Barat atau Blok Timur. Gerakan Non Blok
merepresentasikan 55 persen penduduk dunia dan
hampir 2/3 keanggotaan PBB. Mayoritas negara-negara anggota GNB adalah negara-negara yang baru memperoleh
kemerdekaan setelah berakhirnya Perang Dunia II,
dan secara geografs berada di benua Asia, Afrika
dan Amerika Latin.
Gambar:
Presiden Soekarno sedang berpidato pada KTT GNB I di Beograd
Setelah berakhirnya Perang Dunia II,
tepatnya di era 1950-an negara–negara di dunia terpolarisasi dalam dua blok, yaitu Blok Barat di
bawah pimpinan Amerika Serikat dan Blok Timur di
bawah pimpinan Uni Soviet. Pada saat itu terjadi
pertarungan yang sangat kuat antara Blok Barat dan Timur, era ini dikenal sebagai era perang dingin (Cold War) yang
berlangsung sejak berakhirnya PD II hingga runtuhnya Uni Soviet pada tahun
1989. Pertarungan antara Blok Barat dan Timur
merupakan upaya untuk memperluas sphere of interest dan sphere of
influence. Dengan sasaran utama perebutan penguasaan atas wilayah-wilayah potensial di
seluruh dunia.
Dalam pertarungan perebutan pengaruh
ini, negara-negara dunia ketiga (di Asia, Afrika, Amerika Latin) yang mayoritas sebagai
negara yang baru merdeka dilihat sebagai wilayah
yang sangat menarik bagi kedua blok untuk menyebarkan
pengaruhnya. Akibat persaingan kedua blok tersebut, muncul beberapa konflik terutama di Asia, seperti Perang Korea, dan
Perang Vietnam. Dalam kondisi seperti ini,
muncul kesadaran yang kuat dari para pemimpin dunia
ketiga saat itu untuk tidak terseret dalam persaingan antara kedua blok tersebut.
Indonesia bisa dikatakan memiliki
peran yang sangat penting dalam proses
kelahiran organisasi ini. Lahirnya organisasi Gerakan
Non Blok dilatar belakangi oleh kekhawatiran
para pemimpin negara-negara dunia ketiga terutama
dari Asia dan Afrika terhadap munculnya ketegangan dunia saat itu karena adanya persaingan antara Blok Barat dan Blok Timur.
Dengan dipelopori oleh lima pemimpin
negara Indonesia, India, Pakistan, Burma dan Srilangka. Terselenggaralah sebuah pertemuan
pertama di Kolombo (Srilangka) pada 28 April-2
Mei 1952, dilanjutkan dengan pertemuan di Istana Bogor pada 29 Desember 1954. Dua konferensi diatas merupakan
cikal bakal dari terselenggaranya Konferensi
Asia-Afrika /KAA di Bandung pada 18 April-25 April
1955 yang dihadiri oleh wakil dari 29 negara Asia dan Afrika.
Baca juga: Pelaksanaan Konfersi Asia Afrika (KAA) 1955
Baca juga: Pelaksanaan Konfersi Asia Afrika (KAA) 1955
KAA di Bandung merupakan proses awal
lahirnya GNB. Tujuan KAA adalah mengidentifkasi dan mendalami masalah-masalah dunia
waktu itu dan berusaha memformulasikan kebijakan
bersama negara-negara yang baru merdeka tersebut
pada tataran hubungan internasional. Sejak saat itu proses pendirian GNB semakin mendekati kenyataan, dan proses ini
tokoh-tokoh yang memegang peran kunci sejak awal
adalah Presiden Mesir Ghamal Abdul Naser,
Presiden Ghana Kwame Nkrumah, Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, Presiden Indonesia Soekarno, dan Presiden Yugoslavia
Josep Broz Tito. Kelima tokoh ini kemudian
dikenal sebagai para pendiri GNB.
Adanya ketegangan dunia yang semakin
meningkat akibat persaingan antara Blok Barat dan Blok Timur, yang dimulai dari pecahnya perang
Vietnam, perang Korea, dan puncaknya krisis
teluk Babi di Kuba, yang hampir saja memicu
Perang Dunia III, mendorong para pemimpin negara-negara Dunia Ketiga untuk membentuk sebuah organisasi yang diharapkan bisa
berperan mengurangi ketegangan politik dunia
internasional saat itu. Pembentukan organisasi
Gerakan Non Blok dicanangkan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) I di Beograd, Yugoslavia 1-6 September 1961 yang
dihadiri oleh 25 negara dari Asia dan Afrika.
Dalam KTT I tersebut, negara-negara pendiri GNB
berketetapan untuk mendirikan suatu gerakan dan bukan suatu organisasi untuk menghindarkan diri dari implikasi birokratik dalam
membangun upaya kerjasama diantara mereka. Pada
KTT I ini juga ditegaskan bahwa GNB tidak
diarahkan pada suatu peran pasif dalam politik internasional, tetapi untuk memformulasikan posisi sendiri secara independen yang
merefleksikan kepentingan negara-negara
anggotanya.
Baca Juga: Pembentukan ASEAN
Baca Juga: Pembentukan ASEAN
GNB menempati posisi khusus dalam
politik luar negeri Indonesia karena Indonesia sejak awal memiliki peran sentral dalam pendirian
GNB. KAA tahun 1955 yang diselenggararakan di
Bandung dan menghasilkan Dasa Sila Bandung yang
menjadi prinsip-prinsip utama GNB, merupakan bukti peran dan kontribusi penting Indonesia dalam mengawali pendirian
GNB. Tujuan GNB mencakup dua hal, yaitu tujuan
ke dalam dan ke luar. Tujuan kedalam yaitu
mengusahakan kemajuan dan pengembangan ekonomi, sosial, dan politik yang jauh tertinggal dari negara maju. Tujuan ke
luar, yaitu berusaha meredakan ketegangan antara
Blok Barat dan Blok Timur menuju perdamaian dan
keamanan dunia. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, negera-negara Non Blok menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT).
Pokok pembicaraan utama adalah membahas
persoalan-persoalan yang berhubungan dengan
tujuan Non Blok dan ikut mencari solusi terbaik terhadap peristiwaperistiwa
internasional yang membahayakan perdamaian dan keamanan dunia.
Dalam perjalanan sejarahnya sejak KTT
I di Beograd tahun 1961, Gerakan Non Blok telah 16 kali menyelenggarakan Konferensi Tingkat
Tinggi, yang terakhir KTT XVI yang berlangsung
di Teheran pada Agustus 2012. Indonesia sebagai
salah satu pendiri GNB pernah menjadi tuan rumah penyelenggaraan KTT GNB yang ke X pada tahun 1992. KTT X ini diselenggarakan
di Jakarta, Indonesia pada September 1992 – 7
September 1992, dipimpin oleh Soeharto. KTT ini
menghasilkan “Pesan Jakarta” yang mengungkapkan sikap GNB tentang berbagai masalah, seperti hak azasi manusia,
demokrasi dan kerjasama utara selatan dalam era
pasca perang dingin. KTT ini dihadiri oleh lebih
dari 140 delegasi, 64 Kepala Negara. KTT ini juga dihadiri oleh Sekjen PBB Boutros Boutros Ghali.
Artikel terkait:
Sumber:
Sejarah Indonesia. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, 2015.
Comments
Post a Comment
Tujuan berkomentar untuk menambah wawasan kita semua.