Sejak abad ke-5 orang-orang Cina
sudah mengadakan hubungan dagang ke Jawa dan jumlahnya pun semakin banyak. Pada masa
perkembangan kerajaan-kerajaan
Hindu-Buddha dan Islam banyak pedagang Cina yang tinggal di daerah pesisir, yang menikah dengan
penduduk Jawa khususnya ke
Batavia. Begitu juga pada masa pemerintahan VOC di Batavia, banyak
orang Cina yang datang ke Jawa. VOC memang sengaja
mendatangkan orang-orang Cina dari
Tiongkok dalam rangka mendukung kemajuan perekonomian
dan keamanan kota Batavia dan sekitarnya. Ternyata kota Batavia juga menjadi daya tarik bagi orang-orang Cina
miskin untuk mengadu nasib di kota ini.
Orang-orang Cina yang datang ke Jawa tidak semua yang memiliki modal. Banyak di antara mereka
termasuk golongan miskin. Mereka kemudian
menjadi pengemis bahkan ada yang menjadi pencuri.
Sudah barang tentu hal ini sangat mengganggu kenyamanan dan keamanan Kota Batavia. Akhirnya VOC mengeluarkan
kebijakan membatasi imigran
Cina.
Baca juga: Perlawanan Banten
Untuk
membatasi kedatangan orang–orang Cina ke Batavia, VOC mengeluarkan ketentuan
bahwa setiap orang Cina yang tinggal di Batavia harus memiliki surat izin
bermukim yang disebut permissiebriefjes atau masyarakat sering menyebut dengan “surat pas”. Apabila
tidak memiliki surat izin, maka akan ditangkap dan dibuang ke Sailon (Sri
Langka) untuk dipekerjakan di kebun-kebun pala milik VOC atau akan dikembalikan
ke Cina. Mereka diberi waktu enam bulan untuk mendapatkan surat izin tersebut.
Biaya untuk mendapatkan surat izin itu yang resmi dua ringgit (Rds.2,-) per
orang. Tetapi dalam pelaksanaannya untuk mendapatkan surat izin terjadi
penyelewengan dengan membayar lebih mahal, tidak hanya dua ringgit. Akibatnya
banyak yang tidak mampu memiliki surat izin tersebut. VOC bertindak tegas,
orang-orang Cina yang tidak memiliki surat izin bermukim ditangkap. Tetapi
mereka banyak yang dapat melarikan diri keluar kota. Mereka kemudian membentuk
gerombolan yang mengacaukan keberadaan VOC di Batavia.
Baca juga: Rakyat Riau angkat senjata
Pada tahun
1740 terjadi kebakaran di Batavia. VOC menafsirkan peristiwa ini sebagai
gerakan orang-orang Cina yang akan melakukan pemberontakan. Oleh karena itu,
para serdadu VOC mulai beraksi dengan melakukan sweeping memasuki rumah-rumah
orang Cina dan kemudian melakukan pembunuhan terhadap orang-orang Cina yang
ditemukan di setiap rumah. Orang-orang Cina yang berhasil meloloskan diri
kemudian melakukan perlawanan di berbagai daerah, misalnya di Jawa Tengah.
Salah satu tokohnya yang terkenal adalah Oey Panko atau kemudian dikenal dengan
sebutan Khe Panjang, kemudian di Jawa menjadi Ki Sapanjang. Nama ini dikaitkan
dengan perannya dalam memimpin perlawanan di sepanjang pesisir Jawa.
Baca juga: Perlawanan Gowa
Perlawanan
orang-orang Cina terhadap VOC kemudian menumbuhkan kekacauan yang meluas di
berbagai tempat terutama di daerah pesisir Jawa. Perlawanan orang-orang Cina
ini mendapat bantuan dan dukungan dari para bupati di pesisir. Atas desakan
para pangeran, Raja Pakubuwana II juga ikut mendukung pemberontakan orang-orang
Cina tersebut. Pada tahun 1741 benteng VOC di Kartasura dapat diserang sehingga
jatuh banyak korban. VOC segera meningkatkan kekuatan tentara dan persenjataan
sehingga pemberontakan orang-orang Cina satu demi satu dapat dipadamkan. Pada
kondisi yang demikian ini Pakubuwana II mulai bimbang dan akhirnya melakukan
perundingan damai dengan VOC. Sikap Pakubuwana II yang demikian ini telah
menambah panjang barisan orang-orang yang kecewa dan sakit hati di lingkungan
kraton. Kondisi ini pula yang telah mendorong VOC kemudian melakukan intervensi
politik di lingkungan istana.
Artikel terkait:
Sumber:
Sardiman
dkk. Sejarah Indonesia. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta. 2017.
Comments
Post a Comment
Tujuan berkomentar untuk menambah wawasan kita semua.