Raja-raja
yang memerintah Singhasari
a. Ken Arok (1222 – 1227 M)
Kerajaan Singhasari didirikan oleh Ken Arok. Ken Arok berhasil tampil
sebagai raja, walaupun ia berasal dari kalangan
rakyat biasa. Menurut kitab Pararaton, Ken Arok adalah anak seorang petani dari
Desa Pangkur, di sebelah timur Gunung
Kawi, daerah Malang. Ibunya
bernama Ken Endok.
Diceritakan, bahwa pada waktu masih bayi, Ken Arok diletakkan oleh
ibunya di sebuah makam. Bayi ini kemudian
ditemukan oleh seorang pencuri,
bernama Lembong. Akibat dari didikan dan
lingkungan keluarga pencuri, maka Ken Arok tumbuh menjadi seorang penjahat yang sering
menjadi buronan pemerintah Kerajaan Kediri.
Suatu ketika Ken Arok berjumpa dengan pendeta
Lohgawe. Ken Arok mengatakan ingin menjadi
orang baik-baik. Kemudian dengan perantaraan
Lohgawe, Ken Arok diabdikan kepada seorang
Akuwu
(bupati) Tumapel, bernama Tunggul Ametung.
Setelah beberapa lama mengabdi di Tumapel, Ken Arok mempunyai keinginan untuk memperistri
Ken Dedes, yang sudah menjadi istri Tunggul
Ametung. Kemudian timbul niat buruk dari Ken
Arok untuk membunuh Tunggul Ametung agar Ken Dedes dapat
diperistri olehnya.
Gambar 01 : Patung Ken Dedes
Ternyata benar, Tunggul Ametung dapat dibunuh oleh Ken Arok dengan
keris Empu Gandring. Setelah Tunggul Ametung terbunuh, Ken Arok menggantikan
sebagai penguasa di Tumapel dan
memperistri Ken Dedes. Pada waktu diperistri
Ken Arok, Ken Dedes sudah mengandung tiga bulan, hasil perkawinan dengan Tunggul Ametung. Pada waktu itu Tumapel hanya daerah bawahan Raja Kertajaya
dari Kediri. Ken Arok ingin menjadi raja, maka ia
merencanakan menyerang Kediri. Pada tahun
1222 M Ken Arok atas dukungan para
pendeta melakukan serangan ke Kediri. Raja Kertajaya dapat ditaklukkan oleh Ken Arok dalam pertempurannya di
Ganter, dekat Pujon, Malang. Setelah
Kediri berhasil ditaklukkan, maka seluruh wilayah Kediri dipersatukan dengan Tumapel dan
lahirlah Kerajaan Singhasari.
Setelah berdiri Kerajaan Singhasari, Ken Arok tampil sebagai raja pertama. Ken Arok sebagai raja
bergelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi. Ken Arok
memerintah selama lima tahun. Pada tahun 1227 M Ken Arok dibunuh oleh seorang pengalasan atau
pesuruh dan Batil, atas
perintah Anusapati. Anusapati adalah putra Ken Dedes dengan Tunggul Ametung. Jenazah Ken Arok dicandikan
di Kagenengan dalam bangunan
perpaduan Syiwa-Buddha. Ken Arok meninggalkan beberapa putra. Bersama Ken Umang,
Ken Arok memiliki empat putra, yaitu
Panji Tohjoyo, Panji Sudatu, Panji Wregola, dan Dewi Rambi. Bersama Ken Dedes, Ken Arok mempunyai putra
bernama Mahesa Wongateleng.
b.
Anusapati
Tahun 1227 M Anusapati naik takhta Kerajaan Singhasari. Ia memerintah selama 21 tahun. Akan
tetapi, ia belum banyak berbuat untuk
pembangunan kerajaan. Lambat
laun berita tentang pembunuhan Ken Arok sampai pula kepada Tohjoyo (putra Ken Arok). Oleh karena ia
mengetahui pembunuh ayahnya adalah Anusapati, maka Tohjoyo ingin
membalas dendam, yaitu membunuh Anusapati. Tohjoyo mengetahui bahwa Anusapati
memiliki kesukaan menyabung ayam maka ia mengajak Anusapati untuk menyabung
ayam. Pada saat menyabung ayam, Tohjoyo berhasil membunuh Anusapati. Anusapati
dicandikan di Candi Kidal dekat Kota Malang sekarang. Anusapati meninggalkan seorang
putra bernama Ronggowuni.
Gambar 02 : Candi Kidal
c. Tohjoyo (1248 M)
Setelah berhasil membunuh
Anusapati, Tohjoyo naik takhta. Masa pemerintahannya sangat singkat, Ronggowuni
yang merasa berhak atas takhta kerajaan, menuntut takhta kepada Tohjoyo.
Ronggowuni dalam hal ini dibantu oleh Mahesa Cempaka, putra dari Mahesa Wongateleng.
Menghadapi tuntutan ini, maka Tohjoyo mengirim pasukannya di bawah Lembu Ampal untuk
melawan Ronggowuni. Kemudian terjadi pertempuran antara pasukan Tohjoyo dengan pengikut
Ronggowuni. Dalam pertempuran tersebut Lembu Ampal berbalik memihak Ronggowuni.
Serangan pengikut Ronggowuni semakin kuat dan berhasil menduduki istana Singhasari.
Tohjoyo berhasil meloloskan diri dan akhirnya meninggal di daerah Katang
Lumbang akibat luka-luka yang dideritanya.
d. Ronggowuni (1248 - 1268 M)
Ronggowuni naik takhta Kerajaan
Singhasari tahun 1248 M. Ronggowuni bergelar Sri
Jaya Wisnuwardana. Dalam memerintah ia didampingi
oleh Mahesa Cempaka yang berkedudukan sebagai Ratu
Anggabaya. Mahesa Cempaka bergelar Narasimhamurti. Di samping itu, pada
tahun 1254 M Wisnuwardana juga mengangkat putranya yang bernama Kertanegara
sebagai raja muda atau Yuwaraja. Pada saat itu Kertanegara masih sangat muda. Singhasari di bawah pemerintahan Ronggowuni dan Mahesa
Cempaka hidup dalam keadaan aman dan tenteram. Rakyat
hidup dengan bertani dan berdagang. Kehidupan rakyat
juga mulai terjamin. Raja
memerintahkan untuk membangun benteng pertahanan
di Canggu Lor. Tahun 1268 M, Ronggowuni meninggal
dunia dan dicandikan di
dua tempat, yaitu sebagai Syiwa di Waleri dan sebagai
Buddha Amogapasa di Jajagu. Jajagu kemudian
dikenal dengan Candi Jago. Bentuk Candi Jago sangat menarik, yaitu kaki candi
bertingkat tiga dan tersusun
berundak-undak. Reliefnya datar dan gambar orangnya menyerupai wayang kulit di Bali. Tokoh satria
selalu diikuti dengan punakawan. Tidak lama
kemudian Mahesa Cempaka pun meninggal
dunia. Ia dicandikan di Kumeper dan Wudi Kucir.
e. Kertanegara
(1268 - 1292 M)
Tahun 1268 M Kertanegara naik takhta menggantikan Ronggowuni. Ia bergelar Sri
Maharajadiraja Sri Kertanegara. Kertanegara merupakan raja yang
paling terkenal di Singhasari. Ia
bercita-cita, Singhasari menjadi kerajaan yang besar. Untuk mewujudkan cita-citanya, maka Kertanegara melakukan
berbagai usaha.
Perluasan Daerah Singhasari
Kertanegara menginginkan wilayah Singhasari
hingga meliputi
seluruh Nusantara. Beberapa daerah berhasil ditaklukkan, misalnya Bali, Kalimantan Barat Daya,
Maluku, Sunda, dan Pahang.
Penguasaan daerah-daerah di luar Jawa yang
merupakan pelaksanaan politik luar negeri bertujuan untuk mengimbangi pengaruh Kubilai Khan dari Cina.
Pada tahun
1275 M Raja Kertanegara mengirimkan Ekspedisi Pamalayu di bawah
pimpinan Mahesa Anabrang (Kebo Anabrang). Sasaran
dari ekspedisi ini untuk menguasai Sriwijaya. Akan tetapi, untuk menguasainya harus
melalui daerah sekitarnya termasuk bersahabat
dan menanamkan pengaruh Singhasari di
Melayu. Sebagai tanda persahabatan, Kertanegara menghadiahkan patung
Amogapasa
kepada penguasa Melayu. Ekspedisi Pamalayu diharapkan akan menggoyahkan Sriwijaya. Dalam rangka memperkuat politik luar negeranya, Kertanegara menjalin hubungan dengan kerajaan kerajaan lain di luar Kepulauan Indonesia. Misalnya dengan Raja Jayasingawarman III dan Kerajaan Campa. Bahkan Raja Jayasingawarman III memperistri salah seorang saudara perempuan dari Kertanegara. Kertanegara memandang Cina sebagai saingan. Berkali-kali utusan Kaisar Cina memaksa Kertanegara agar mengakui kekuasaan Cina, tetapi ditolak oleh Kertanegara. Terakhir pada tahun 1289 M datang utusan Cina yang dipimpin oleh Mengki. Kertanegara marah, Mengki disakiti dan disuruh kembali ke Cina. Hal inilah yang membuat marah Kaisar Cina yang bernama Kubilai Khan. Ia merencanakan membalas tindakan Kertanegara.
Perkembangan Politik dan Pemerintahan
Untuk menciptakan pemerintahan yang
kuat dan teratur, Kertanegara
telah membentuk badan-badan pelaksana. Raja sebagai penguasa tertinggi. Kemudian raja mengangkat
tim penasihat yang terdiri atas Rakryan
i Hino, Rakryan i Sirikan, dan
Rakryan i Halu. Untuk membantu raja dalam pelaksanaan pemerintahan,
diangkat beberapa pejabat tinggi kerajaan yang terdiri atas Rakryan Mapatih,
Rakryan Demung dan Rakryan Kanuruhan. Selain itu, ada pegawai-pegawai rendahan.
Untuk menciptakan stabilitas politik dalam negeri, Kertanegara melakukan penataan
di lingkungan para pejabat. Orang-orang yang tidak setuju dengan cita-cita
Kertanegara diganti. Sebagai contoh, Patih Raganata (Kebo Arema) diganti oleh
Aragani dan Banyak Wide dipindahkan ke Madura, menjadi Bupati Sumenep dengan
nama Arya Wiraraja.
Kehidupan
Agama
Pada masa
pemerintahan Kertanegara, agama Hindu maupun Buddha berkembang dengan baik.
Bahkan terjadi Sinkretisme antara agama Hindu dan Buddha, menjadi bentuk Syiwa-Buddha. Sebagai contoh,
berkembangnya aliran Tantrayana. Kertanegara sendiri penganut aliran Tantrayana. Usaha untuk memperluas
wilayah dan mencari dukungan dan berbagai daerah terus dilakukan oleh
Kertanegara. Banyak pasukan Singhasari yang dikirim ke berbagai daerah. Antara
lain pasukan yang dikirim ke tanah Melayu. Oleh karena itu, kekuatan ibu kota
kerajaan berkurang. Keadaan ini diketahui oleh pihak-pihak yang tidak senang
terhadap kekuasaan Kertanegara. Pihak yang tidak senang itu antara lain Jayakatwang,
penguasa Kediri. Ia berusaha menjatuhkan kekuasaan Kertanegara. Saat yang
dinantikan oleh Jayakatwang ternyata telah tiba. Istana Kerajaan Singhasari
dalam keadaan lemah. Pasukan kerajaan hanya tersisa sebagian kecil. Pada saat
itu, Kertanegara sedang melakukan upacara keagamaan dengan pesta pora, sehingga
Kertanegara benar-benar lengah. Tibatiba, Jayakatwang menyerbu istana
Kertanegara. Serangan Jayakatwang dibagi menjadi dua arah. Sebagian kecil
pasukan Kediri menyerang dari arah utara
untuk memancing pasukan Singhasari keluar dari pusat kerajaan. Sementara itu induk pasukan Kediri bergerak dan menyerang dari arah selatan. Untuk menghadapi serangan Jayakatwang, Kertanegara mengirimkan pasukan yang ada di bawah pimpinan Raden Wijaya dan Pangeran Ardaraja. Ardaraja adalah anak Jayakatwang dan menantu dari Kertanegara. Pasukan Kediri yang datang dari arah utara dapat dikalahkan oleh pasukan Raden Wijaya Akan tetapi, pasukan inti dengan leluasa masuk dan menyerang istana, sehingga berhasil menewaskan Kertanegara. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1292 M. Raden Wijaya dan pengikutnya kemudian meloloskan diri setelah mengetahui istana kerajaan dihancurkan oleh pasukan Kediri. Sedangkan Ardaraja membalik dan bergabung dengan pasukan Kediri. Jenazah Kertanegara kemudian dicandikan di dua tempat,
yaitu di Candi Jawi di Pandaan dan di Candi Singosari,
di daerah Singosari, Malang.
Sebagai raja yang besar, nama Kertanegara diabadikan
di berbagai tempat. Bahkan di Surabaya
ada sebuah arca Kertanegara yang
menyerupai bentuk arca Buddha. Arca Kertanegara itu dinamakan arca Joko Dolok. Dengan terbunuhnya
Kertanegara maka berakhirlah Kerajaan Singhasari.
Artikel
Terkait :
Sumber :
G, Restu dkk, 2013. Sejarah Indonesia. Jakarta : Pusat
Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.
Comments
Post a Comment
Tujuan berkomentar untuk menambah wawasan kita semua.