Berkaitan
dengan perkembangan Kerajaan
Tarumanegara, telah ditemukan tujuh buah prasasti. Prasasti-prasasti
itu berhuruf pallawa dan berbahasa sanskerta. Prasasti itu
adalah:
1. Prasasti Tugu
Gambar 01 :
Inskripsi yang dikeluarkan oleh Purnawarman ini ditemukan di Kampung
batutumbuh, Desa Tugu, dekat Tanjungpriuk, Jakarta. Dituliskan dalam lima baris
tulisan beraksara pallawa dan bahasa sanskerta. Inskripsi tersebut isinya
sebagai berikut: “Dulu (kali yang bernama) Candrabhaga telah digali oleh maharaja
yang mulia dan mempunyai lengan kencang dan kuat, (yakni Raja Purnawarman),
untuk mengalirkannya ke laut, setelah (kali ini) sampai di istana kerajaan yang
termashur. Pada tahun ke-22 dari tahta Yang Mulia Raja Purnawarman yang
berkilauan-kilauan karena kepandaian dan kebijaksanaannya serta menjadi
panji-panji segala raja, (maka sekarang) beliau memerintahkan pula menggali
kali yang permai dan berair jernih, Gomati namanya, seteleh kali itu mengalir
di tengah-tengah tanah kediaman Yang Mulia Sang Pandeta Nenekda (Sang Purnawarman).
Pekerjaan ini dimulai pada hari yang baik, tanggal delapan paroh gelap bulan Phalguna
dan selesai pada tanggal 13 paroh terang bulan Caitra, jadi hanya
dalam 21 hari saja, sedang galian itu panjangnya 6.122 busur (± 11 km).
Selamatan baginya dilakukan oleh brahmana disertai persembahan 1.000 ekor sapi”.
2. Prasasti Ciaruteun
Gambar 02 :
Prasasti ini ditemukan di Kampung Muara, Desa Ciaruteun Hilir,
Cibungbulang, Bogor. Prasasti terdiri atas dua bagian, yaitu Inskripsi A yang
dipahatkan dalam empat baris tulisan berakasara pallawa dan bahasa sanskerta,
dan Inskripsi B yang terdiri dari satu baris tulisan yang belum dapat dibaca
dengan jelas. Inskripsi ini disertai pula gambar sepasang telapak kaki. Inskripsi
A isinya sebagai berikut: “ini (bekas) dua kaki, yang seperti kaki Dewa Wisnu,
ialah kaki Yang Mulia Sang Purnawarman, raja di negeri Taruma, raja yang gagah
berani di dunia”. Beberapa sarjana telah berusaha membaca inskripsi B, namun
hasilnya belum memuaskan. Inskrispi B ini dibaca oleh J.L.A. Brandes sebagai Cri
Tji aroe? Eun waca (Cri Ciaru?eun wasa), sedangkan H. Kern membacanya Purnavarmma-padam
yang berarti “telapak kaki Purnawarman”.
3. Prasasti Kebon Kopi
Prasasti ini ditemukan di Kampung Muara, Desa Ciaruetun Hilir,
Cibungbulang, Bogor. Prasastinya dipahatkan dalam satu baris yang diapit oleh
dua buah pahatan telapak kaki gajah. Isinya sebagai berikut: “Di sini tampak
sepasang telapak kaki…… yang seperti (telapak kaki) Airawata, gajah penguasa
Taruma (yang) agung dalam…… dan (?) kejayaan”.
4. Prasasti Muara Cianten
Gambar 03 :
Terletak di muara Kali Cianten, Kampung Muara, Desa Ciaruteun
Hilir, Cibungbulan, Bogor. Inskripsi ini belum dapat dibaca. Inskripsi ini dipahatkan
dalam bentuk “aksara” yang menyerupai sulur-sulsuran, dan oleh para ahli
disebut aksara ikal.
5. Prasasti Jambu (Pasir
Koleangkak)
Terletak di sebuah bukit (pasir) Koleangkak, Desa Parakan Muncang,
Nanggung, Bogor. Inskripsinya dituliskan dalam dua baris tulisan dengan aksara pallawa
dan bahasa sansekerta. Isinya sebagai berikut: “Gagah, mengagumkan dan jujur
terhadap tugasnya, adalah pemimpin manusia yang tiada taranya, yang termashur
Sri Purnawarman, yang sekali waktu (memerintah) di Tarumanegara dan yang baju
zirahnya yang terkenal tiada dapat ditembus senjata musuh. Ini adalah sepasang
telapak kakinya, yang senantiasa berhasil menggempur musuh, hormat kepada para
pangeran, tetapi merupakan duri dalam daging musuhmusuhnya”.
6. Prasasti Cidanghiang
(Lebak)
Terletak di tepi kali Cidanghiang, Desa Lebak, Munjul, Banten
Selatan. Dituliskan dalam dua baris tulisan beraksara pallawa dan bahasa
sanskerta. Isinya sebagai berikut: “Inilah (tanda) keperwiraan, keagungan, dan
keberanian yang sesungguhnya dari Raja Dunia, Yang Mulia Purnwarman, yang
menjadi panji sekalian raja-raja.
7. Prasasti Pasir Awi
Inskripsi ini terdapt di sebuah bukit bernama Pasir Awi, di
kawasan perbukitan Desa Sukamakmur, Jonggol, Bogor, Inskripsi prasasti ini
tidak dapat dibaca karena inskripsi ini lebih berupa gambar (piktograf) dari
pada tulisan. Di bagian atas inskripsi terdapat sepasang telapak kaki.
Pemerintahan
dan Kehidupan Masyarakat
Kerajaan
Tarumanegara mulai berkembang pada abad ke-5 M. Raja yang sangat terkenal
adalah Purnawarman. Ia dikenal sebagai raja yang gagah berani dan tegas. Ia
juga dekat dengan para brahmana, pangeran, dan rakyat. Ia raja yang jujur,
adil, dan arif dalam memerintah. Daerahnya cukup luas sampai ke daerah Banten.
Kerajaan Tarumanegara telah menjalin hubungan dengan kerajaan lain, misalnya
dengan Cina. Dalam kehidupan agama, sebagian besar masyarakat Tarumanegara memeluk
agama Hindu. Sedikit yang beragama Buddha dan masih ada yang mempertahankan
agama nenek moyang (animisme). Berdasarkan berita dari Fa-Hien, di To-lomo
(Tarumanegara) terdapat tiga agama, yakni agama Hindu, agama Buddha dan
kepercayaan animisme. Raja memeluk agama Hindu. Sebagai bukti, pada
prasasti Ciaruteun ada tapak kaki raja yang diibaratkan tapak
kaki Dewa Wisnu. Sumber
Cina lainnya menyatakan bahwa, pada masa Dinasti T’ang terjadi
hubungan perdagangan dengan Jawa. Barangbarang yang diperdagangkan adalah kulit
penyu, emas, perak,
cula badak, dan gading gajah. dituliskan pula bahwa penduduk daerah
itu pandai membuat minuman keras yang terbuat dari bunga kelapa.
Rakyat
Tarumanegara hidup aman dan tenteram. Pertanian merupakan mata pencaharian pokok.
Di samping itu,
perdagangan juga berkembang. Kerajaan Tarumanegara mengadakan
hubungan dagang dengan Cina dan India. Untuk memajukan bidang pertanian, raja
memerintahkan
pembangunan irigasi dengan cara menggali sebuah saluran sepanjang 6112 tumbak
(±11 km). Saluran itu disebut dengan Sungai Gomati. Saluran
itu selain berfungsi sebagai irigasi juga untuk mencegah
bahaya banjir.
Prasasti
Jambu ( Pasir Koleangkak) terletak di sebuah bukit, di Desa
Parakan Muncang, Nanggung, Bogor. Prasasti ini ditulis dalam dua baris tulisan
dengan aksara pallawa dan bahasa sanskerta. Isinya sebagainya
berikut: “Gagah,
mengagumkan dan jujur terhadap tugasnya, adalah pemimpin manusia
yang tiada taranya, yang termasyhur Sri Purnawarman, yang sekali waktu
(memerintah) di Tarumanegara dan baju zirahnya yang terkenal tiada
dapat ditembus senjata musuh. Ini adalah sepasang telapak
kakinya yang senantiasa berhasil menggempur musuh, hormat kepada
para pangeran, tetapi merupakan duri dalam daging
musuh-musuhnya”.
Artikel
Terkait :
Sumber :
G, Restu dkk, 2013. Sejarah Indonesia. Jakarta : Pusat
Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.
Comments
Post a Comment
Tujuan berkomentar untuk menambah wawasan kita semua.