1.
Pemerintahan dan
Kehidupan Masyarakat Kerajaan Kalingga
Raja yang paling terkenal pada masa Kerajaan Kalingga adalah
seorang raja wanita yang bernama Ratu Sima. Ia memerintah sekitar tahun 674 M.
Ia dikenal sebagai raja yang tegas, jujur, dan sangat bijaksana. Hukum
dilaksanakan dengan tegas dan seadil-adilnya. Rakyat patuh terhadap semua
peraturan yang berlaku. Untuk mencoba kejujuran rakyatnya, Ratu Sima pernah
mencobanya, dengan meletakkan pundi-pundi di tengah jalan. Ternyata sampai
waktu yang
lama tidak ada yang mengusik pundi-pundi itu. Akan tetapi,
pada suatu hari ada anggota keluarga istana yang sedang
jalan-jalan, menyentuh kantong pundi-pundi dengan kakinya. Hal ini
diketahui Ratu Sima. Anggota keluarga istana itu dinilai
salah dan harus diberi hukuman mati. Akan tetapi atas usul
persidangan para menteri, hukuman itu diperingan dengan hukuman
potong kaki. Kisah ini menunjukkan, begitu tegas dan
adilnya Ratu Sima. Ia tidak membedakan antara rakyat dan anggota
kerabatnya sendiri. Agama utama yang dianut oleh penduduk
Kalingga pada
umumnya adalah Buddha. Agama Buddha berkembang pesat. Bahkan pendeta
Cina yang bernama Hwi-ning datang di Kalingga dan tinggal selama tiga tahun.
Selama di Kalingga, ia menerjemahkan kitab suci agama Buddha
Hinayana ke dalam
bahasa Cina. Dalam usaha menerjemahkan kitab itu Hwi-ning dibantu
oleh seorang pendeta bernama Janabadra.
Kepemimpinan raja yang adil, menjadikan rakyat hidup teratur,
aman,dan tenteram. Mata pencaharian penduduk pada umumnya
adalah bertani, karena wilayah Kalingga subur untuk pertanian.
Di samping itu, penduduk juga melakukan perdagangan. Kerajaan
Kalingga mengalami kemunduran kemungkinan akibat serangan Sriwijaya
yang menguasai perdagangan.
Serangan tersebut mengakibatkan pemerintahan Kijen menyingkir ke Jawa
bagian timur atau mundur
ke pedalaman Jawa bagian tengah antara tahun 742 -755 M.
2. Pemerintahan
Kerajaan Kediri
Sampai masa awal pemerintahan Jayabaya, kekacauan
akibat pertentangan dengan Janggala terus
berlangsung. Baru pada tahun 1135 M Jayabaya berhasil memadamkan
kekacauan itu. Sebagai bukti, adanya kata-kata panjalu jayati pada prasasti
Hantang. Setelah kerajaan
stabil, Jayabaya mulai menata dan mengembangkan kerajaannya.
Kehidupan Kerajaan
Kediri menjadi teratur. Rakyat hidup makmur. Mata pencaharian yang penting
adalah pertanian dengan hasil utamanya padi. Pelayaran dan perdagangan
juga berkembang. Hal ini ditopang oleh Angkatan Laut Kediri yang cukup tangguh.
Armada laut
Kediri mampu menjamin keamanan perairan Nusantara.
Di Kediri telah ada Senopati Sarwajala (panglima
angkatan laut). Bahkan Sriwijaya yang pernah mengakui
kebesaran Kediri, yang telah mampu mengembangkan pelayaran dan
perdagangan. Barang
perdagangan di Kediri antara lain emas, perak, gading, kayu cendana, dan
pinang. Kesadaran rakyat tentang pajak sudah tinggi. Rakyat menyerahkan
barang atau sebagian hasil buminya kepada pemerintah.
Menurut berita Cina, dan kitab Ling-wai-tai-ta diterangkan bahwa dalam kehidupan
sehari-hari orang-orang memakai kain sampai di bawah lutut. Rambutnya diurai.
Rumah-rumah mereka bersih dan teratur, lantainya ubin yang berwarna
kuning dan hijau.
Dalam perkawinan, keluarga pengantin wanita menerima mas kawin berupa
emas. Rajanya berpakaian sutera, memakai sepatu, dan perhiasan emas. Rambutnya
disanggul ke atas. Kalau bepergian, Raja naik gajah atau kereta
yang diiringi oleh 500 sampai 700 prajurit.
Di bidang kebudayaan, yang menonjol adalah
perkembangan seni sastra dan pertunjukan wayang. Di
Kediri dikenal adanya wayang panji. Beberapa karya sastra
yang terkenal, sebagai berikut.
a.
Kitab
Baratayuda
Kitab Baratayudha ditulis pada zaman Jayabaya, untuk memberikan
gambaran terjadinya perang saudara antara Panjalu melawan
Jenggala. Perang saudara itu digambarkan dengan perang antara Kurawa dengan Pandawa yang
masingmasing merupakan keturunan Barata.
b.
Kitab
Kresnayana
Kitab Kresnayana ditulis oleh Empu
Triguna pada zaman Raja Jayaswara.
Isinya mengenai perkawinan antara Kresna
dan Dewi
Rukmini.
c.
Kitab
Smaradahana
Kitab Smaradahana ditulis pada zaman Raja Kameswari oleh Empu
Darmaja. Isinya
menceritakan tentang sepasang suami istri Smara dan Rati yang menggoda
Dewa Syiwa yang sedang bertapa. Smara dan Rail kena kutuk dan
mati terbakar oleh api (dahana) karena
kesaktian Dewa Syiwa. Akan tetapi, kedua suami istri itu dihidupkan lagi
dan menjelma sebagai Kameswara dan
permaisurinya.
d.
Kitab
Lubdaka
Kitab Lubdaka ditulis oleh Empu
Tanakung pada zaman Raja
Kameswara. Isinya tentang seorang pemburu bernama Lubdaka. Ia
sudah banyak membunuh. Pada suatu ketika ia mengadakan pemujaan yang istimewa
terhadap Syiwa, sehingga
rohnya yang semestinya masuk neraka, menjadi masuk surga.
Raja yang
terakhir di Kerajaan Kediri adalah Kertajaya atau Dandang Gendis.
Pada masa pemerintahannya, terjadi pertentangan antara raja dan para
pendeta atau kaum brahmana, karena Kertajaya berlaku sombong dan
berani melanggar adat. Hal ini memperlemah pemerintahan di
Kediri.Para brahmana kemudian mencari perlindungan kepada Ken Arok
yang merupakan penguasa di Tumapel. Pada tahun 1222 M, Ken Arok
dengan dukungan kaum brahmana menyerang Kediri. Kediri dapat
dikalahkan oleh Ken Arok.
3.
Perkembangan
Kerajaan Majapahit
Politik dan Pemerintahan Majapahit telah mengembangkan sistem pemerintahan yang
teratur. Raja memegang kekuasaan tertinggi. Dalam melaksanakan
pemerintahan, raja dibantu oleh berbagai badan atau pejabat berikut.
a. Rakryan
Mahamantri Katrini, dijabat oleh para putra raja, terdiri
atas
Rakryan i Hino, Rakryan i Sirikan, dan Rakryan i Halu.
b. Dewan
Pelaksana terdiri atas Rakryan Mapatih atau Patih Mangkabumi, Rakryan
Tumenggung,
Rakryan Demung, Rakryan
Rangga dan Rakryan
Kanuruhan. Kelima pejabat ini dikenal sebagai
Sang Panca ring Wilwatika. Di antara kelima pejabat itu Rakryan Mapatih atau
Patih Mangkubumi
merupakan pejabat yang paling penting. Ia menduduki tempat sebagai perdana menteri. Bersama sama raja, ia menjalankan
kebijaksanaan pemerintahan.
Selain itu terdapat pula dewan pertimbangan yang
disebut dengan Batara Sapta Prabu.
Struktur
tersebut ada di pemerintah pusat. Di setiap daerah yang berada di bawah raja-raja, dibuatkan
pula struktur
yang mirip. Untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa,
dibentuklah badan peradilan yang disebut dengan Saptopapati. Selain itu disusun pula kitab
hukum oleh Gajah Mada yang disebut Kitab
Kutaramanawa. Gajah Mada memang seorang negarawan yang mumpuni. Ia memahami pemerintahan
strategi perang dan hukum.
Untuk
mengatur kehidupan beragama dibentuk badan atau pejabat yang disebut Dharmadyaksa. Dharmadyaksa adalah pejabat tinggi kerajaan yang khusus menangani persoalan
keagamaan. Di Majapahit dikenal ada dua Dharmadyaksa sebagai
berikut.
a.
Dharmadyaksa
ring Kasaiwan, mengurusi agama Syiwa (Hindu),
b.
Dharmadyaksa
ring Kasogatan, mengurusi agama Buddha.
Dalam menjalankan tugas, masing-masing Dharmadyaksa dibantu oleh
pejabat keagamaan yang diberi sebutan Sang
Pamegat. Kehidupan beragama di Majapahit berkembang semarak.
Pemeluk yang beragama Hindu maupun Buddha saling bersatu. Pada masa itupun
sudah dikenal semboyan Bhinneka Tunggal
Ika, artinya, sekalipun
berbeda-beda baik Hindu maupun Buddha pada hakikatnya adalah satu jua. Kemudian
secara umum kita artikan berbeda-beda
akhirnya satu jua.
Berkat kepemimpinan Hayam Wuruk dan Gajah Mada, kehidupan politik,
dan stabilitas nasional Majapahit terjamin. Hal ini disebabkan pula karena
kekuatan tentara Majapahit dan angkatan lautnya sehingga semua perairan
nasional dapat diawasi. Majapahit juga menjalin hubungan dengan kerajaan lain.
Hubungan dengan Siam, Birma, Kamboja, Anam, India, dan Cina berlangsung dengan
baik. Dalam membina hubungan dengan luar negeri, Majapahit mengenal motto Mitreka Satata, artinya negara
sahabat.
Kehidupan
Sosial Ekonomi
Di
bawah pemerintahan Raja Hayam Wuruk, rakyat Majapahit hidup aman dan tenteram. Hayam Wuruk
sangat memperhatikan rakyatnya. Keamanan dan kemakmuran rakyat
diutamakan. Untuk itu dibangun jalan-jalan dan jembatan-jembatan.
Dengan demikian lalu lintas menjadi lancar. Hal ini mendukung kegiatan keamanan dan kegiatan
perekonomian, terutama perdagangan. Lalu lintas perdagangan
yang paling penting melalui sungai. Misalnya, Sungai Bengawan Solo dan Sungai Brantas.
Akibatnya desa-desa di tepi sungai dan yang berada di muara serta
di tepi pantai, berkembang menjadi pusat-pusat perdagangan. Hal itu
menyebabkan terjadinya arus bolak-balik para pedagang yang menjajakan
barang dagangannya dari daerah pantai atau muara ke pedalaman
atau sebaliknya. Bahkan di daerah pantai berkembang perdagangan
antar daerah, antar pulau, bahkan dengan pedagang dari
luar. Kemudian timbullah kota-kota pelabuhan sebagai pusat
pelayaran dan perdagangan. Beberapa kota pelabuhan yang penting
pada zaman Majapahit, antara lain Canggu, Surabaya, Gresik,
Sedayu, dan Tuban. Pada waktu itu banyak pedagang dari luar seperti
dari Cina India, dan Siam.
Gambar 01 : Contoh mata uang kuno yang digunakan kerajaan
Majapahit
Adanya
pelabuhan-pelabuhan tersebut mendorong munculnya kelompok
bangsawan kaya. Mereka
menguasai pemasaran bahan-bahan dagangan pokok dari dan ke
daerah-daerah Indonesia Timur dan Malaka. Kegiatan pertanian juga dikembangkan.
Sawah dan ladang dikerjakan secukupnya dan dikerjakan secara bergiliran. Hal
ini maksudnya agar tanah tetap subur dan tidak kehabisan lahan pertanian. Tanggul-tanggul
di sepanjang sungai diperbaiki untuk mencegah bahaya banjir.
Perkembangan Sastra dan Budaya Pada masa
pemerintahan Hayam Wuruk, bidang sastra
mengalami kemajuan. Karya sastra yang paling terkenal pada zaman
Majapahit adalah
Kitab Negarakertagama. Kitab ini ditulis oleh
Empu Prapanca pada tahun 1365 M. Di samping menunjukkan kemajuan di
bidang sastra, Negarakertagama juga
merupakan sumber sejarah Majapahit. Kitab lain yang penting adalah Sutasoma. Kitab ini disusun oleh Empu
Tantular. Kitab Sutasoma memuat
katakata yang sekarang menjadi semboyan negara Indonesia, yakni Bhinneka Tunggal Ika. Di samping itu,
Empu Tantular juga menulis kitab Arjunawiwaha.
Sutasoma 139,4d-5d
Hyan Buddha tan pabi lawan siwarajadewa rwanekadhatu winuwus wara
Buddhawisma bhineki rakwa rinapankenapanarwanosen manka n jiwatwa kalawan
siwatatwa tunggal bhineka ika tan hanna dharma mangruwa.
Artinya : “Dewa Buddha tidak berbeda dengan Siwa. Mahadewa di
antara dewa-dewa. Keduanya dikatakan mengandung banyak unsur Buddha yang boleh
dikatakan tidak terpisahkan dapat begitu saja dipisahkan menjadi dua? Jiwa Jina
dan Jiwa Siwa adalah satu dalam hukum tidak terdapat dualisme.
Bidang seni bangunan juga berkembang. Banyak bangunan candi telah dibuat.
Misalnya Candi Penataran dan Sawentar di daerah Blitar, Candi Tigawangi dan
Surawana di dekat Pare, Kediri, serta Candi Tikus di Trowulan.
Gambar 02 : Candi Tikus
Keruntuhan Majapahit lebih disebabkan oleh ketidakpuasan sebagian
besar keluarga raja, setelah turunnya Hayam Wuruk. Perang Paregrek telah
melemahkan unsur-unsur kejayaan Majapahit. Meskipun peperangan berakhir, Majapahit
terus mengalami kelemahan karena raja yang berkuasa tidak mampu lagi
mengembalikan kejayaannya. Unsur lain yang menyebabkan runtuhnya Majapahit
adalah semakin meluasnya pengaruh Islam pada saat itu. Kemajuan peradaban Majapahit
itu tidak hilang dengan runtuhnya kerajaan itu. Pencapaian itu terus
dipertahankan hingga masa perkembangan Islam di Jawa. Peninggalan peradaban Majapahit
juga dapat kita saksikan pada perkembangan lingkup kebudayaan Bali pada saat
ini. Kebudayaan yang masih dikembangkan hingga masa Islam adalah cerita wayang
yang berasal dari epos India yaitu Mahabharata dan Ramayana, serta kisah asmara
Raden Panji dengan Sekar Taji (Galuh Candrakirana). Selain itu dapat kita
saksikan juga pada unsur arsitekturnya bentuk atap tumpang, seni ukir
sulur-suluran dan tanaman melata, senjata keris, lokasi keramat, dan masih
banyak lagi.
Artikel
Terkait :
Sumber :
G, Restu dkk, 2013. Sejarah Indonesia. Jakarta : Pusat
Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.
Comments
Post a Comment
Tujuan berkomentar untuk menambah wawasan kita semua.