1. Kerajaan Kutai
Bicara soal perkembangan Kerajaan Kutai, tidak lepas
dari sosok Raja Mulawarman. Kamu perlu
memahami keberadaan Kerajaan Kutai, karena Kerajaan Kutai
ini dipandang sebagai kerajaan Hindu-Buddha yang pertama di Indonesia.
Kerajaan Kutai
diperkirakan terletak di daerah Muarakaman di tepi Sungai Mahakam,
Kalimantan Timur. Sungai Mahakam merupakan sungai yang cukup besar
dan memiliki beberapa anak sungai. Daerah di sekitar tempat pertemuan
antara Sungai Mahakam dengan anak sungainya diperkirakan merupakan letak
Muarakaman dahulu. Sungai Mahakam dapat dilayari dari pantai
sampai masuk ke Muarakaman,
sehingga baik untuk perdagangan. Inilah posisi yang sangat
menguntungkan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat.
Sungguh Tuhan Yang Maha Esa menciptakan alam semesta dan tanah
air Indonesia itu begitu kaya dan strategis. Hal ini perlu kita
syukuri.
Untuk memahami perkembangan Kerajaan
Kutai itu, tentu memerlukan sumber sejarah yang dapat
menjelaskannya. Sumber
sejarah Kutai yang utama adalah prasasti yang disebut yupa, yaitu berupa
batu bertulis.
Yupa juga sebagai tugu peringatan dari upacara kurban. Yupa ini
dikeluarkan pada
masa pemerintahan Raja Mulawarman. Prasasti Yupa ditulis dengan
huruf pallawa
dan bahasa sanskerta. Dengan melihat bentuk hurufnya, para
ahli berpendapat
bahwa yupa dibuat sekitar abad ke-5 M.
Gambar 01 :
Hal menarik dalam prasasti itu adalah disebutkannya nama kakek
Mulawarman yang bernama Kudungga. Kudungga berarti penguasa lokal yang setelah
terkena pengaruh Hindu-Buddha daerahnya berubah menjadi kerajaan. Walaupun
sudah mendapat pengaruh Hindu-Buddha namanya tetap Kudungga berbeda dengan
puteranya yang bernama Aswawarman dan cucunya yang bernama Mulawarman. Oleh
karena itu yang terkenal sebagai wamsakerta adalah Aswawarman.
Gambar 02 :
Satu di antara yupa itu memberi informasi penting tentang silsilah
Raja Mulawarman. Diterangkan bahwa Kudungga mempunyai putra bernama Aswawarman.
Raja Aswawarman dikatakan seperti Dewa Ansuman (Dewa Matahari). Aswawarman
mempunyai tiga anak, tetapi yang terkenal adalah Mulawarman. Raja Mulawarman
dikatakan sebagai raja yang terbesar di Kutai. Ia pemeluk agama HinduSiwa yang setia.
Tempat sucinya dinamakan Waprakeswara. Ia juga dikenal sebagai raja yang sangat
dekat dengan kaum brahmana dan rakyat. Raja Mulawarman sangat dermawan. Ia
mengadakan kurban emas dan 20.000 ekor lembu untuk para brahmana. Oleh karena
itu, sebagai rasa terima kasih dan peringatan mengenai upacara kurban, para
brahmana mendirikan sebuah yupa.
Gambar 03 :
Pada masa pemerintahan Mulawarman, Kutai mengalami zaman keemasan.
Kehidupan ekonomi pun mengalami perkembangan. Kutai terletak di tepi sungai,
sehingga masyarakatnya melakukan pertanian. Selain itu, mereka banyak yang
melakukan perdagangan. Bahkan diperkirakan sudah terjadi hubungan dagang dengan
luar. Jalur perdagangan internasional dari India melewati Selat Makassar, terus
ke Filipina dan sampai di Cina. Dalam pelayarannya dimungkinkan para pedagang
itu singgah terlebih dahulu di Kutai. Dengan demikian, Kutai semakin ramai dan
rakyat hidup makmur.
Satu di antara yupa di Kerajaan Kutai berisi keterangan yang
artinya:“Sang Mulawarman, raja yang mulia dan terkemuka, telah memberi sedekah
20.000 ekor sapi kepada para brahmana yang seperti api, (bertempat) di dalam
tanah yang sangat suci (bernama) Waprakeswara
2. Kerajaan Tarumanegara
Sejarah tertua yang berkaitan dengan pengendalian banjir dan
sistem pengairan adalah pada masa Kerajaan Tarumanegara. Untuk mengendalikan
banjir dan usaha pertanian yang diduga di wilayah Jakarta saat ini, maka Raja
Purnawarman menggali Sungai Candrabaga. Setelah selesai melakukan penggalian
sungai maka raja mempersembahkan 1.000 ekor lembu kepada brahmana. Berkat
sungai itulah penduduk Tarumanegara menjadi makmur.
Purnawarman adalah raja terkenal dari Tarumanegara. Perlu kamu
pahami bahwa setelah Kerajaan Kutai berkembang di Kalimantan Timur, di Jawa
bagian barat muncul Kerajaan Tarumanegara. Kerajaan ini terletak tidak jauh dari
pantai utara Jawa bagian barat. Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan
letak pusat Kerajaan Tarumanegara diperkirakan berada di antara Sungai Citarum
dan Cisadane. Kalau mengingat namanya Tarumanegara, dan kata taruma mungkin
berkaitan dengan kata tarum yang artinya nila. Kata tarum dipakai
sebagai nama sebuah sungai di Jawa Barat, yakni Sungai Citarum. Mungkin juga
letak Tarumanegara dekat dengan aliran Sungai Citarum. Kemudian berdasarkan
Prasasti Tugu, Purbacaraka memperkirakan pusatnya ada di daerah Bekasi. Sumber
sejarah Tarumanegara yang utama adalah beberapa prasasti yang telah ditemukan.
3.
3. Kerajaan Kalingga
Ratu Sima adalah penguasa di Kerajaan Kalingga. Ia digambarkan
sebagai seorang pemimpin wanita yang tegas dan taat terhadap peraturan yang
berlaku dalam kerajaan itu. Kerajaan Kalingga atau Holing, diperkirakan
terletak di Jawa bagian tengah. Nama Kalingga berasal dari Kalinga, nama sebuah
kerajaan di India Selatan. Menurut berita Cina, di sebelah timur Kalingga ada
Po-li (Bali sekarang), di sebelah barat Kalingga terdapat To-po-Teng (Sumatra).
Sementara di sebelah utara Kalingga terdapat Chen-la (Kamboja) dan sebelah
selatan berbatasan dengan samudra. Oleh karena itu, lokasi Kerajaan Kalingga diperkirakan
terletak di Kecamatan Keling, Jepara, Jawa Tengah atau di sebelah utara Gunung
Muria. Sumber utama mengenai Kerajaan Kalingga adalah berita Cina, misalnya
berita dari Dinasti T’ang. Sumber lain adalah Prasasti Tuk Mas di lereng Gunung
Merbabu. Melalui berita Cina, banyak hal yang kita ketahui tentang perkembangan
Kerajaan Kalingga dan kehidupan masyarakatnya. Kerajaan Kalingga berkembang
kira-kira abad ke-7 sampai ke-9 M.
4. Kerajaan Sriwijaya
Sejak permulaan tarikh Masehi, hubungan dagang antara, India
dengan Kepulauan Indonesia sudah ramai. Daerah pantai timur Sumatra menjadi
jalur perdagangan yang ramai dikunjungi para pedagang. Kemudian, muncul pusat
pusat perdagangan yang berkembang menjadi pusat kerajaan. Kerajaan-kerajaan
kecil di pantai Sumatra bagian timur sekitar abad ke- 7, antara lain
Tulangbawang, Melayu, dan Sriwijaya. Dari ketiga kerajaan itu, yang kemudian berhasil
berkembang dan mencapai kejayaannya adalah Sriwijaya. Kerajaan Melayu juga
sempat berkembang, dengan pusatnya di Jambi.
Pada tahun 692 M, Sriwijaya mengadakan ekspansi ke daerah sekitar
Melayu. Melayu dapat ditaklukkan dan berada di bawah kekuasaan Sriwijaya. Letak
pusat Kerajaan Sriwijaya ada berbagai pendapat. Ada yang berpendapat bahwa
pusat Kerajaan Sriwijaya ada di Palembang, ada yang berpendapat di Jambi,
bahkan ada yang berpendapat di luar Indonesia. Akan tetapi, pendapat yang
banyak didukung oleh para ahli, pusat Kerajaan Sriwijaya berlokasi di
Palembang, di dekat pantai dan di tepi Sungai Musi. Ketika pusat Kerajaan
Sriwijaya di Palembang mulai menunjukkan kemunduran, Sriwijaya berpindah ke
Jambi.
Baca Juga : Prasasti Dan Perkembangan Kerajaan Sriwijaya.http://ilmuditetaung.blogspot.co.id/2017/12/prasasti-dan-perkembangan-kerajaan.html
4. Kerajaan Mataram Kuno
Pada pertengahan abad ke-8 di Jawa bagian tengah berdiri sebuah
kerajaan baru. Kerajaan itu kita kenal dengan nama Kerajaan Mataram Kuno.
Mengenai letak dan pusat Kerajaan Mataram Kuno tepatnya belum dapat dipastikan.
Ada yang menyebutkan pusat kerajaan di Medang dan terletak di Poh Pitu.
Sementara itu letak Poh Pitu sampai sekarang belum jelas. Keberadaan lokasi
kerajaan itu dapat diterangkan berada di sekeliling pegunungan, dan sungai-sungai.
Di sebelah utara terdapat Gunung Merapi, Merbabu, Sumbing, dan Sindoro; di
sebelah barat terdapat Pegunungan Serayu; di sebelah timur terdapat Gunung
Lawu, serta di sebelah selatan berdekatan dengan Laut Selatan dan Pegunungan
Seribu. Sungai-sungai yang ada, misalnya Sungai Bogowonto, Elo, Progo, Opak,
dan Bengawan Solo. Letak Poh Pitu mungkin di antara Kedu sampai sekitar
Prambanan.
Baca Juga :
5. Kerajaan Kediri
Kehidupan politik pada bagian awal di Kerajaan Kediri ditandai
dengan perang saudara antara Samarawijaya yang berkuasa di Panjalu dan Panji
Garasakan yang berkuasa di Jenggala. Mereka tidak dapat hidup berdampingan.
Pada tahun 1052 M terjadi peperangan perebutan kekuasaan di antara
kedua belah pihak. Pada tahap pertama Panji Garasakan dapat mengalahkan Samarawijaya,
sehingga Panji Garasakan berkuasa. Di Jenggala kemudian berkuasa raja-raja
pengganti Panji Garasakan. Tahun 1059 M yang memerintah adalah Samarotsaha.
Akan tetapi setelah itu tidak terdengar berita mengenal Kerajaan Panjalu dan
Jenggala. Baru pada tahun 1104 M tampil Kerajaan Panjalu sebagai rajanya Jayawangsa.
Kerajaan ini lebih dikenal dengan nama Kerajaan Kediri dengan ibu kotanya di
Daha. Tahun 1117 M Bameswara tampil sebagai Raja Kediri Prasasti yang
ditemukan, antara lain Prasasti Padlegan (1117 M) dan Panumbangan (1120 M).
Isinya yang penting tentang pemberian status perdikan untuk beberapa
desa. Pada tahun 1135 M tampil raja yang sangat terkenal, yakni Raja Jayabaya.
Ia meninggalkan tiga prasasti penting, yakni Prasasti Hantang atau Ngantang
(1135 M), Talan (1136 M) dan Prasasti Desa Jepun (1144 M). Prasasti Hantang
memuat tulisan panjalu jayati, artinya panjalu menang. Hal itu untuk mengenang
kemenangan Panjalu atas Jenggala. Jayabaya telah berhasil mengatasi berbagai
kekacauan di kerajaan. Di kalangan masyarakat Jawa, nama Jayabaya sangat dikenal
karena adanya Ramalan atau Jangka Jayabaya. Pada masa pemerintahan
Jayabaya telah digubah Kitab Baratayuda oleh Empu Sedah dan kemudian
dilanjutkan oleh Empu Panuluh.
6. Kerajaan Singhasari
Setelah berakhirnya Kerajaan Kediri, kemudian berkembang Kerajaan Singhasari.
Pusat Kerajaan Singhasari kira-kira terletak di dekat kota Malang, Jawa Timur. Kerajaan ini didirikan oleh Ken Arok. Ken Arok berhasil tampil
sebagai raja, walaupun ia berasal dari kalangan rakyat biasa.
Baca Juga : Raja-Raja Dan Perkembangan Kerajaan Singasari
7. Kerajaan Majapahit
Setelah Singhasari jatuh, berdirilah kerajaan Majapahit yang
berpusat di Jawa Timur, antara abad ke-14 - ke-15 M. Berdirinya kerajaan ini
sebenarnya sudah direncanakan oleh Kertarajasa Jayawarddhana (Raden Wijaya). Ia
mempunyai tugas untuk melanjutkan kemegahan Singhasari yang saat itu sudah
hampir runtuh. Saat itu dengan dibantu oleh Arya Wiraraja seorang penguasa
Madura, Raden Wijaya membuka hutan di wilayah yang disebut dalam kitab
Pararaton sebagai hutannya orang Trik. Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya
diambil dari buah maja, dan rasa “pahit” dari buah tersebut. Ketika pasukan
Mongol tiba, Raden Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol untuk bertempur
melawan Jayakatwang. Setelah berhasil menjatuhkan Jayakatwang, Raden Wijaya
berbalik menyerang pasukan Mongol sehingga memaksa mereka menarik pulang
kembali pasukannya. Pada masa pemerintahannya Raden Wijaya mengalami
pemberontakan yang dilakukan oleh sahabat-sahabatnya yang pernah mendukung
perjuangan dalam mendirikan Majapahit. Setelah Raden Wijaya wafat, ia digantikan
oleh putranya Jayanegara. Jayanegara dikenal sebagai raja yang kurang bijaksana
dan lebih suka bersenang-senang. Kondisi itulah yang menyebabkan pembantupembantunya
melakukan pemberontakan.
Di antara pemberontakan tersebut, yang dianggap paling berbahaya
adalah pemberontakan Kuti. Pada saat itu, pasukan Kuti berhasil menduduki ibu
kota negara. Jayanegara terpaksa menyingkir ke Desa Badander di bawah perlindungan
pasukan Bhayangkara pimpinan Gajah Mada. Gajah Mada kemudian menyusun strategi
dan berhasil menghancurkan pasukan Kuti. Atas jasa-jasanya, Gajah Mada diangkat
sebagai Patih Kahuripan (1319-1321) dan Patih Kediri (1322-1330). Kerajaan
Majapahit penuh dengan intrik politik dari dalam kerajaan itu sendiri. Kondisi
yang sama juga terjadi menjelang keruntuhan Majapahit. Masa pemerintahan Tribhuwanattunggadewi
Jayawisnuwarddani adalah pembentuk kemegahan kerajaan. Tribhuwana berkuasa di
Majapahit sampai kematian ibunya pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam
Wuruk. Pada masa Hayam Wuruk itulah Majapahit berada di puncak kejayaannya.
Hayam Wuruk disebut juga Rajasanagara. Ia memerintah Majapahit dari tahun 1350
hingga 1389. Pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada,
Majapahit mencapai zaman keemasan. Wilayah kekuasaan Majapahit sangat
luas, bahkan melebihi luas wilayah Republik Indonesia sekarang. Oleh karena
itu, Muhammad Yamin menyebut Majapahit dengan sebutan negara nasional kedua di
Indonesia. Seluruh kepulauan di Indonesia berada di bawah kekuasaan Majapahit.
Hal ini memang tidak dapat dilepaskan dan kegigihan Gajah Mada.
Sumpah Palapa, ternyata benar-benar dilaksanakan. Dalam
melaksanakan cita citanya, Gajah Mada didukung oleh beberapa tokoh, misalnya
Adityawarman dan Laksamana Nala. Di bawah pimpinan Laksamana Nala Majapahit
membentuk angkatan laut yang sangat kuat. Tugas utamanya adalah mengawasi
seluruh perairan yang ada di Nusantara. Di bawah pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit
mengalami kemajuan di berbagai bidang. Menurut Kakawin Nagarakertagama pupuh
XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra, Semenanjung Malaya,
Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik
(Singapura) dan sebagian kepulauan Filipina. Majapahit juga memiliki hubungan
dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim
duta-dutanya ke Tiongkok.
8. Kerajaan Buleleng dan Kerajaan
Dinasti Warmadewa di Bali
Menurut berita Cina di sebelah timur Kerajaan Kalingga ada daerah Po-li
atau Dwa-pa-tan yang dapat disamakan dengan Bali. Adat istiadat di Dwa-pa-tan
sama dengan kebiasaan orang-orang Kaling. Misalnya, penduduk biasa menulisi
daun lontar. Bila ada orang meninggal, mayatnya dihiasi dengan emas dan
ke dalam mulutnya dimasukkan sepotong emas, serta diberi bau-bauan yang harum. Kemudian
mayat itu dibakar. Hal itu menandakan Bali telah berkembang. Dalam sejarah
Bali, nama Buleleng mulai terkenal setelah periode kekuasaan Majapahit. Pada
waktu di Jawa berkembang kerajaan-kerajaan Islam, di Bali juga berkembang
sejumlah kerajaan. Misalnya Kerajaan Gelgel, Klungkung, dan Buleleng yang
didirikan oleh I Gusti Ngurak Panji Sakti, dan selanjutnya muncul kerajaan yang
lain. Nama Kerajaan Buleleng semakin terkenal, terutama setelah zaman
penjajahan Belanda di Bali. Pada waktu itu pernah terjadi perang rakyat
Buleleng melawan Belanda.
Pada zaman kuno, sebenarnya Buleleng sudah berkembang. Pada masa perkembangan
Kerajaan Dinasti Warmadewa, Buleleng diperkirakan menjadi salah satu daerah
kekuasaan Dinasti Warmadewa. Sesuai dengan letaknya yang ada di tepi pantai, Buleleng
berkembang menjadi pusat perdagangan laut. Hasil pertanian dari pedalaman
diangkut lewat darat menuju Buleleng. Dari Buleleng barang dagangan yang berupa
hasil pertanian seperti kapas, beras, asam, kemiri, dan bawang diangkut atau diperdagangkan
ke pulau lain (daerah seberang). Perdagangan dengan daerah seberang mengalami
perkembangan pesat pada masa Dinasti Warmadewa yang diperintah oleh Anak Wungsu.
Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya kata-kata pada prasasti yang disimpan di
Desa Sembiran yang berangka tahun 1065 M.
Sistem perdagangannya ada yang menggunakan sistem barter, ada yang
sudah dengan alat tukar (uang). Pada waktu itu sudah dikenal beberapa jenis
alat tukar (uang), misalnya ma, su dan piling. Dengan
perkembangan perdagangan laut antar pulau di zaman kuno secara ekonomis
Buleleng memiliki peranan yang penting bagi perkembangan kerajaan-kerajaan di
Bali misalnya pada masa Kerajaan Dinasti Warmadewa.
9. Kerajaan Tulang BawanDari sumber-sumber sejarah Cina, kerajaan awal yang terletak di
daerah Lampung adalah kerajaan yang disebut Bawang atau Tulang Bawang. Berita
Cina tertua yang berkenaan dengan daerah Lampung berasal dari abad ke-5, yaitu
dari kitab Liu-sung-Shu, sebuah kitab sejarah dari masa pemerintahan
Kaisar Liu Sung (420– 479). Kitab ini di antaranya mengemukakan bahwa pada
tahun 499 M sebuah kerajaan yang terletak di wilayah Nusantara bagian barat
bernama P’u huang atau P’o-huang mengirimkan utusan dan barang-barang upeti ke
negeri Cina. Lebih lanjut kitab Liu-sung-Shu mengemukakan bahwa Kerajaan
P’o-huang menghasilkan lebih dari 41 jenis barang yang diperdagangkan ke Cina.
Hubungan diplomatik dan perdagangan antara P’o-huang dan Cina berlangsung terus
sejak pertengahan abad ke-5 sampai abad ke-6, seperti halnya dua kerajaan lain
di Nusantara yaitu Kerajaan Ho-lo-tan dan Kan-t’o-li.
Dalam sumber sejarah Cina yang lain, yaitu kitab T’ai-p’inghuang-yu-chi
yang ditulis pada tahun 976–983 M, disebutkan sebuah kerajaan bernama
T’o-lang p’p-huang yang oleh G. Ferrand disarankan untuk diidentifkasikan
dengan Tulang Bawang yang terletak di daerah pantai tenggara Pulau Sumatera, di
selatan sungai Palembang (Sungai Musi). L.C. Damais menambahkan bahwa lokasi
T’o-lang P’o-huang tersebut terletak di tepi pantai seperti dikemukakan di dalam
Wu-pei-chih, “Petunjuk Pelayaran”. Namun, di samping itu Damais kemudian
memberikan pula kemungkinan lain mengenai lokasi dan identifkasi P’o-huang atau
“Bawang” itu dengan sebuah nama tempat bernama Bawang (Umbul Bawang) yang
sekarang terletak di daerah Kabupaten Lampung Barat, yaitu di daerah Kecamatan
Balik Bukit di sebelah utara Liwah. Tidak jauh dari desa Bawang ini, yaitu di
desa Hanakau, sejak tahun 1912 telah ditemukan sebuah inskripsi yang dipahatkan
pada sebuah batu tegak, dan tidak jauh dari tempat tersebut dalam waktu
beberapa tahun terakhir ini masih ditemukan pula tiga buah inskripsi batu yang
lainnya.
10. Kerajaan Kota Kapur
Dari hasil penelitian arkeologi yang dilakukan di Kota Kapur,
Pulau Bangka, pada tahun 1994, diperoleh suatu petunjuk tentang kemungkinan
adanya sebuah pusat kekuasaan di daerah itu sejak masa sebelum munculnya
Kerajaan Sriwijaya. Pusat kekuasaan ini meninggalkan temuan-temuan arkeologi
berupa sisa-sisa sebuah bangunan candi Hindu (Waisnawa) terbuat dari batu
bersama dengan arca-arca batu, di antaranya dua buah arca Wisnu dengan gaya
seperti arca-arca Wisnu yang ditemukan di Lembah Mekhing, Semenanjung Malaka,
dan Cibuaya, Jawa Barat, yang berasal dari masa sekitar abad ke-5 dan ke-7
masehi. Sebelumnya di situs Kota Kapur selain telah ditemukan sebuah inskripsi
batu dari Kerajaan Sriwijaya yang berangka tahun 608 Saka (=686 Masehi), telah ditemukan
pula peninggalan-peninggalan yang lain di antaranya sebuah arca Wisnu dan
sebuah arca Durga Mahisasuramardhini. Dari peninggalan peninggalan arkeologi
tersebut nampaknya kekuasaan di Pulau Bangka pada waktu itu bercorak
Hindu-Waisnawa, seperti halnya di Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Temuan
lain yang penting dari situs Kota Kapur ini adalah peninggalan berupa benteng pertahanan
yang kokoh berbentuk dua buah tanggul sejajar terbuat dari timbunan tanah,
masingmasing panjangnya sekitar 350 meter dan 1200 meter dengan ketinggian
sekitar 2–3 meter. Penanggalan dari tanggul benteng ini menunjukkan masa antara
tahun 530 M sampai 870 M. Benteng pertahanan tersebut yang telah dibangun
sekitar pertengahan abad ke-6 tersebut agaknya telah berperan pula dalam
menghadapi ekspansi Sriwijaya ke Pulau Bangka menjelang akhir abad ke- 7.
Penguasaan Pulau Bangka oleh Sriwijaya ini ditandai dengan dipancangkannya
inskripsi Sriwijaya di Kota Kapur yang berangka tahun 608 Saka (=686 Masehi),
yang isinya mengidentifkasikan dikuasainya wilayah ini oleh Sriwijaya.
Penguasaan Pulau Bangsa oleh Sriwijaya ini agaknya berkaitan dengan peranan
Selat Bangsa sebagai pintu gerbang selatan dari jalur pelayaran niaga di Asia Tenggara
pada waktu itu. Sejak dikuasainya Pulau Bangka oleh Sriwijaya pada tahun 686
maka berakhirlah kekuasaan awal yang ada di Pulau Bangka.
Artikel
Terkait :
- Perkembangan Pemerintahan Kerajaan Kalingga, Kediri, Dan Majapahit
- Raja-Raja Dan Perkembangan Kerajaan Singasari
- Tentang Candi Borobudur Dan Candi Prambanan
- Prasasti Kerajaan Tarumanegara Dan Pemerintah Juga KehidupanMasyrakatnya
- Prasasti Dan Perkembangan Kerajaan Sriwijaya
- Perkembangan Pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno
Sumber :
G, Restu dkk, 2013. Sejarah Indonesia. Jakarta : Pusat
Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.
Comments
Post a Comment
Tujuan berkomentar untuk menambah wawasan kita semua.